Sabtu, 26 November 2011

video

http://youtu.be/klF0Dox_Jp4

Sejarah kesh masy.

PENGANTAR KESEHATAN MASYARAKAT
Ragil Setiyabudi, SKM
1. Sejarah Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Berbicara kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh metologi Yunani yaitu Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita Mitos Yunani tersebut Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya, tetapi diceritakan bahwa ia telah dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu dengan baik.
Hegeia, seorang asistenya yang juga istrinya juga telah melakukan upaya kesehatan. Bedanya antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan/penanganan masalah kesehatan adalah ;
a. Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang.
b. Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan masalah kesehatan melalui “hidup seimbang”, seperti mengindari makanan/minuman yang beracun, makan makanan yang bergizi (baik) cukup istirahat dan melakukan olahraga. Apabila orang sudah jatuh sakit Higeia lebih menganjurkan melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut, anatara lain lebih baik dengan memperkuat tubuhnya dengan makanan yang baik, daripada dengan pengobatan/pembedahan.
Dari cerita dua tokoh di atas, berkembanglah 2 aliran/pendekatan dalam menangani masalah kesehatan. Kelompok pertama cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya disebut pendekatan kuratif/pengobatan. Kelompok ini pada umumnya terdiri terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater dan praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan fisik, mental maupun sosial. Sedangkan kelompok kedua, seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadi penyakit. Ke dalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat lulusan-lulusan sekolah/institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang.
Dalam perkembangan selanjutnya, seolah-olah terjadi dikotomi antara kelompok kedua profesi, yaitu pelayanan kesehatan kuratif (curative health care), dan pelayanan pencegahan/preventif (preventive health care). Kedua kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan :
a. Pendekatan kuratif :
1) Dilakukan terhadap sasaran secara individual.
2) Cenderung bersifat reaktif (menunggu masalah datang, misal dokter menunggu pasien datang di Puskesmas/tempat praktek).
3) Melihat dan menangani klien/pasien lebih kepada sistem biologis manusia/pasien hanya dilihat secara parsial (padahal manusia terdiri dari bio-psiko-sosial yang terlihat antara aspek satu dengan lainnya.
b. Pendekatan preventif,
1) Sasaran/pasien adalah masyarakat (bukan perorangan).
2) Menggunakan pendekatan proaktif, artinya tidak menunggu masalah datang, tetapi mencari masalah. Petugas turun di lapangan/masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah dan melakukan tindakan.
3) Melihat klien sebagai makhluk yang utuh, dengan pendekatan holistik. Terjadiya penyakit tidak semata karena terganggunya sistem biologis tapi aspek bio-psiko-sosial.
2. Pengertian Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Winslow (1920) bahwa Kesehatan Masyarakat (Public Health) adalah Ilmu dan Seni : mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian masyarakat “ untuk :
    1. Perbaikan sanitasi lingkungan
    2. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
    3. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
    4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
    5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Menurut Ikatan Dokter Amerika (1948) Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat.
Dari batasan kedua di atas, dapat disimpulkan bahwa kesehatan masyarakat itu meluas dari hanya berurusan sanitasi, teknik sanitasi, ilmu kedokteran kuratif, ilmu kedokteran pencegahan sampai dengan ilmu sosial, dan itulah cakupan ilmu kesehatan masyarakat.
3. Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup :
a. Ilmu biologi
b. Ilmu kedokteran
c. Ilmu kimia
d. Fisika
e. Ilmu Lingkungan
f. Sosiologi
g. Antropologi (ilmu yang mempelajari budaya pada masyarakat)
h. Psikologi
i. Ilmu pendidikan
Oleh karena itu ilmu kesehatan masyarakat merupakan ilmu yang multidisiplin.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama Ilmu Kesehatan Masyarakat ini antara lain sbb :
1. Epidemiologi.
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
3. Kesehatan Lingkungan.
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
5. Administrasi Kesehatan Masyarakat.
6. Gizi Masyarakat.
7. Kesehatan Kerja.
4. Upaya-upaya Kesehatan Masyarakat (Notoatmodjo, 2003)
Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat.
Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut :
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman
d. Pemberantasan Vektor
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
g. Pembinaan gizi masyarakat
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
i. Pengawasan Obat dan Minuman
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
5. Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)
Abad Ke-16
Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Tahun 1807
Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih.
Tahun 1888
Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
Tahun 1925
Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
Tahun 1927
STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia
Tahun 1930
Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan
Tahun 1935
Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
Tahun 1951
Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952
Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
Tahun 1956
Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1967
Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
Tahun 1968
Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten.
Tahun 1969
Sistem Puskesmas disepakati 2 saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
Tahun 1979
Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Tahun 1984
Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi)
awal tahun 1990-an
Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Kepustakaan
Notoatmodjo, Soekidjo.2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ; Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Depkes, 2005. Dr. J. Leimena, Peletak Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas),http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1099&Itemid=2 diakses tanggal 5 Agustus 2005
Soal latihan :
1. Sebutkan perbedaan pelayanan dengan pendekatan kuratif dan pendekatan preventif !
2. Sebutkan pengertian kesehatan masyarakat menurut Winslow dan Ikatan dokter Amerika !
3. Sebutkan ruang lingkup kesehatan masyarakat !
4. Apa yang dimaksud upaya kesehata

Konsep dasar kesehatan masyarakat

RIWAYAT ALAMIAH PERJALANAN PENYAKIT

Jika ditinjau proses yang terjadi pada orang sehat, menderita penyakit dan terhentinya penyakit tersebut dikenal dengan nama riwayat alamiah perjalanan penyakit (natural history of disease) terutama untuk penyakit infeksi.
Riwayat alamiah suatu penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.

MANFAAT
Manfaat riwayat mempelajari alamiah perjalanan penyakit :

  1. Untuk diagnostik : masa inkubasi dapat dipakai pedoman penentuan jenis penyakit, misal dalam KLB (Kejadian Luar Biasa)
  2. Untuk Pencegahan : dengan mengetahui rantai perjalanan penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan penyakit.
  3. Untuk terapi : terapi biasanya diarahkan ke fase paling awal. Pada tahap perjalanan awal penyakit, adalah waktu yang tepat untuk pemberian terapi, lebih awal terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan.
TAHAPAN
Tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit :

a.  Tahap Pre-Patogenesis
  • Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda – tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak   penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
b.  Tahap Patogenesis
    1)   Tahap Inkubasi
  • Tahap inkubasi adalah masuknya bibit penyakit kedalam tubuh pejamu, tetapi gejala- gejala penyakit belum nampak. Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda, ada yang bersifat seperti influenza, penyakit kolera masa inkubasinya hanya 1- 2 hari, penyakit Polio mempunyai masa inkubasi 7 - 14 hari, tetapi ada juga yang bersifat menahun misalnya kanker paru-paru, AIDS dan sebagainya.
  • Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. Pada suatu saat penyakit makin bertambah hebat, sehingga timbul gejalanya. Garis yang membatasi antara tampak dan tidak tampaknya gejala penyakit disebut dengan horison klinik.

  2)  Tahap Penyakit Dini
  • Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit masih dapat diatasi dengan berobat jalan.
  • Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah, karena tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang di derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat.

   3)  Tahap Penyakit Lanjut
  • Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.

  •      4)  Tahap Akhir Penyakit
  • Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu : 
  • Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan sebelum menderita penyakit.
  • Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata, tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat sosial.
  • Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan karier ini tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan
  • Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam keadaan sakit.
  • Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan keperawatan.
c. Tahap Post Patogenesis
  • Tahap penyakit akhir → tahap berakhirnya perjalanan penyakit, dapat dalam bentuk;
  • Sembuh sempurna → Agent hilang, Host pulih dan sehat kembali
  • Sembuh dengan cacat → Agent hilang, penyakit tidak ada → Host tidak pulih sempurna (ada bekas gangguan/cacat)
  • Karier →Agent masih ada, Host pulih → gangguan Agent masih ada (minimal)

pembuatan laporan

pidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan.

Menurut asal katanya, secara etimologis, epidemiologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari perkataan Yunan, dimana epi = upon, pada atau tentang, demos = people, penduduk, logia = knowledge, ilmu. Namun epidemiologi ini tentu sesuai dengan sejarah kelahirannya dimana epidemiologi memberikan perhatian terhadap penyakit yang mengenai penduduk. Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada dewasa itu hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic (penyakit yang mengenai penduduk secara luas). Epidemiologi memberikan perhatian tentang epidemic yang banyak menelan korban kematian, dan begitulah nama epidemiologi tidak bias dilepaskan dengan epidemiologi itu sendiri.

Begitulah, pada awal perkembangannya, epidemiologi mempunyai pengertian sempit. Epidemiologi dianggap sebagai ilmu tentang epidemic. Pada perkembangan selanjutnya hingga dewasa iniEpidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinan (factor-faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan. Dengan demikian, disini tampak bahwa epidemiolgi dimaksudkan tidak hanya mempelajari penyakit epideminya saja, tetapi menyangkut masalah kesehatan secara keseluruhan.

Sebagai ilmu yang berkembang, epidemiologi mengalami perkembangan pengertian dank arena itu pula mengalami modifikasi dalam batasan atau definisi. Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para penulis dan mereka para para pakar yang mencurahkan waktunya dalam epidemiologi. Beberapa diantara mereka adalah:
Wade Hampton Frost (1972), Guru Besar Epidemiologi di School of Hygiene, Universitas John Hopkins mendifinisikan epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena missal (mass phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular. Disini tampak bahwa pada waktu itu penekanan perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang mengenai massa (masyarakat).

Greenwood (1934), Profesor di School of Hygiene and Tropical Medicine, London, mengemukakan batasan epidemiologi yang lebih luas dimana dikatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd) penduduk. Kelebihan pengertian ini adalah dengan adanya penekanan pada kelompok penduduk yang memberikan arahan distribusi dan metodologi terkait.

Kemudian Brian Mac Mahon (1970), pakar epidemiologi di Amerika Serikat yang bersama dengan Thomas F. Pugh menulis buku “Epidemiologi: Pricipals and Methods” menyatakan bahwa epidemiology is the study of the distribution and determinants of disease frequency in man”. Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. Walaupun defenisinya cukup sederhana, disini tampak bahwa MacMahon menekankan epidemiologi sebagai suatu pendekatan metodologi dalam menentukan distribusi penyakit dan mencari penyebab mengapa terjadi distribusi sedemikian dari suatu penyakit.

Gary D. Friedman (1974) selanjutnya dalam bukunya “Primer of Epidemiology” menuliskan bahwa, Epidemiology is the study of disease occurance in human populations. Batasa ini lebih sederhana dan tampak sepadan dengan apa yang dikemukakan oleh Mac-Mahon. Dan ini pula yang kurang lebih dikemukakan oleh Anders Ahlbom dan Staffan Norel (1989) dalam bukunya Introduction of Modern Epidemiology. Dikatakan bahwa Epidemiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia. Hanya saja perlu ditambahkan bahwa dalam kata pengantarnya, dia mengatakan antara lain : “Suatu lelucon lama mengatakan bahwa seorang ahli epidemiologi telah berubah: tidak lagi sebagai wilayah dari sejumlah kecil dokter yang berdedikasi, tapi telah berkembang menjadi suatu disiplin riset yang nyata”. Ungkapan ini mengingatkan akan latar belakan sejarah Epidemiologi yang semula mendapat perhatian dan dikembangkan oleh para dokter dalam menggeluti masalah penyakit, yang kemudian berkembang sebagai suatu pendekatan metodologi.

bentuk dan isi

Polewali Mandar Sulawesi Barat.– Sebagaimana postingan penulis tentang skill dan keterampilan seorang epidemiologi pada blog ini, kepuasan seorang epidemiologi adalah ditemukannya penyebab. Salah satu cara untuk menemukan penyebab adalah dengan melakukan penelitian epidemiologi yaitu suatu cara bagaimana   mencari faktor penyebab maupun hubungan sebab akibat terjadinya penyakit serta masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat atau kelompok masyarakat.
Oleh Karenanya,   sebelum melakukan penelitian epidemiologi, seorang epidemiolog  terlebih dahulu harus membuat metodologi atau sistimatika dalam bentuk desain penelitian. Berikut penulis mencoba memberikan penjelasan ringkas atau sedikit tips tentang penelitian epidemiologi dan desain penelitian serta masalah konsistensi peneliti,  Postingan ini, penulis peruntukkan bagi mereka mahasiswa (calon sarjana),  atau yang telah menjadi sarjana atau juga bagi mereka yang  baru pertama kali ingin melakukan penelitian tetapi masih mengalami kesulitan alias tidak konsisten dalam isi kerangka  penelitian epidemiologi  dan desain penelitiannya, sehingga kepuasan penemuan penyebab jauh dari yang diharapkan dari seorang epidemiologi karena terganjal berbagai kritikan tentang ketidak konsistenan dalam penyusunan kerangka penelitian desain epidemiologinya.

Penelitian Epidemiologi.

Dalam beberapa reteratur yang penulis miliki dan penulis gunakan dalam melakukan penelitian praktis  pada  pekerjaan kedinasan, penelitian epidemiologi dapat dilakukan secara eksperimental maupun secara observasional. Penelitian Eksperimental  sesuai dengan namanya  membutuhkan kegiatan intervensi atau perlakuan khusus pada obyek yang diteliti. Intervensi atau perlakuan dapat secara keseluruhan sampel  atau secara randomisasi (eksperimental murni), atau intervensi/perlakukan dapat juga dilakukan secara  non randomisasi (eksperimental semu) misalnya  semua pengunjung yang memeriksakan kesehatan di laboratorium atau diklinik kesehatan atau contoh konkritnya mencoba membandingkan efisiensi dari suatu program gizi melalui intervensi pemberian makanan tambahan pada anak SD.
Sedangkan penelitian observasional  biasanya didasarkan pada kejadian peristiwa secara alami tanpa suatu perlakuan khusus terhadap kelompok yang diteliti,  dapat dilakukan secara deskriptfi dan analitik. Penelitian deskriptif lebih sering disebut analisis deskriptif yaitu untuk mengetahui keadaan prevalensi kejadian penyakit yaitu banyaknya kasus baru dan lama dalam periode tertentu.  atau juga analisis desktiptif terhadap masalah kesehatan lainnya. Manfaatnya adalah  untuk mengetahui sifat kejadian tersebut dalam masyarakat serta kecenderungannya untuk masa mendatang.  Penelitian deskriptif juga  merupakan cara termudah untuk menjelaskan kejadian serta distribusi suatu penyakit atau masalah pada suatu populasi,  karena yang digunakan adalah  dengan mengajukan pertanyaan epidemiologi : Who, When dan  Where serta pertanyaan pendukung lainnya.
Sementara itu Penelitian analitik adalah bentuk penelitian epidemiologi yang paling sering digunakan dalam mencari faktor penyebab serta hubungan sebab akibat terjadinya penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya. Ada tiga bentuk dalam penelitian analitik ini yaitu cross sectional study, case controle study dan cohort study
Cross sectional study merupakan penelitian prevalensi penyakit dan sekaligus dengan  prevalensi penyebab atau  faktor resiko. Tujuan penelitian ini untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yg terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resikonya).
Sedangkan case controle study, didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada sehingga memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu yakni kelompok kasus yangg menderita  penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat. Intinya penelitian case control ini adalah diketahui penyakitnya kemudian  ditelusuri penyebabnya.
Dan yang terakhir adalah cohort study yaitu penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok penduduk yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu yakni yang terpapar dan  atau  yang tidak terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Penelitian ini (cohort) adalah kebalikan dari case control. faktor resiko (penyebab) telah diketahui terus diamati secar terus menerus  akibat yang akan ditimbulkannya.
Apa yang dijelaskan diatas ( tentang penelitian epidemiologi)  pada dasarnya merupakan desain penelitian atau tepatnya desain penelitian epidemiologi. Kadang seseorang yang akan melakukan penelitian dibingunkan dengan  beberapa pertanyaan “apakah penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif atau kuantitatif.? Dan pertanyaan berikut “Bagaimana bentuk kerangka atau sistimatika penelitian serta cara penulisannya? Berikut penjelasan  Desain penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitaif berdasarkan kerangka Penelitian dan cara penulisannya. namun sebelumnya penulis  jelaskan  lebih jauh dari penjelasan penelitian epidemiologi diatas,  penelitian observasional deskriptif dapat disamakan dengan penelitian kualitatif  karena  jenis data nominalnya yang sangat menonjol. Sementara itu penelitian eksprerimen dan obeservasional analitik dapat disamakan dengan penelitian kuantitatif.
Desain Penelitian Berdasarkan Kerangka Penelitian sangatlah jelas dan sederhana dalam membuat kerangka desain penelitian Kualitatif  atau Penelitian Kuantitatif dan perbedaan diantara keduanya,  namun masih banyak diantara peneliti baru mengalami kesulitan dalam membedakannya, belum lagi masalah penulisan yang banyak ditemukan ketidak konsistenannya.

Penelitian Kuantitatif

Kerangka penelitian kuantitatif dimulai dengan bab pertama pendahuluan yang berisikan Latar belakang yang isi narasinya dibuat sesuai konsep piramida terbalik dan ditutup dengan  satu paragraf dengan pernyataan jastifikasi, mempunyai Batasan masalah atau rumusan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, biasa juga dimasukan pertanyaan penelitian dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari pertanyaan rumusan masalah). Dan yang terakhir dan sangat penting juga dalam  pendahuluan adalah Tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Rumusan masalah, hipotesis (kalau ditepatkan di pada bagian pendahuluan) dan Tujuan penelitian harus mempunyai pernyataan yang sama ( harus konsisten ,sama setiap kata demi kata termasuk kata sambungnya) yang beda hanya pada bentuk kalimatnya.
Pada rumusan masalah bentuk pernyataanya adalah kalimat tanya, contoh “Apakah  Ada AAA BBB CCC?.”  Pada hipotesis, bentuk pernyataanya adalah kalimat menolak atau menerima, Contohnya  “Ada atau tidak ada AAA BBB CCC.“  Dan pada tujuan bentuk pernyataannya adalah kalimat beriniat, Contoh tujuan umumnya, Untuk mengetahui  AAA BBB CCC. Dan tujuan khususnya “ Untuk mengetahui AAA. Untuk Mengetahui BBB, untuk mengetahui CCC dan untuk mengetahui AAA dan BBB” dan seterusnya.
Setelah bab pendahuluan selanjutnya masuk pada bab tinjauan pustaka. Dibagian bab ini,  menguraikan semua konsep yang digunakan sebagai rujukan dalam penelitian. Disini juga harus konsisten (karena banyak yang tidak konsisten bagi sebagian calon sarjana atau yang baru meneliti) dengan apa yang telah ditulis pada bagain pendahuluan. Contoh dibagian pendahuluan disebut tentang AAA BBB CCC yang akan diteliti, maka pada tinjauan pustaka  harus dibagi dalam tiga bagian  besar yaitu  penjelasan tentang AAA, Penjelasan tentang BBB dan penjelasan tentang CCC. Dalam penjelasan peneliti harus mengaturnya dalam  kerangka dan isinya, yaitu berisi tentang pengertian (AAA atau BBB atau CCC) sebagai dasar dalam membuat definisi operasional, kriteria pengukuran  (AAA atau BBB atau CCC) sebagai dasar untuk membuat indikasi pengukuran dan kriteria objektif  (AAA atau BBB atau CCC) serta beberapa teori dan hasil penelitian sebagai dasar penentuan hipotesis.
Bab selanjutnya adalah Kerangka Konsep. Penyusunan kerangka konsep atau kerangka pikir  berdasarkan konsep dalam tinjauan pustaka, yang berisikan tentang pernyataan-pernyataan definisi operasional, kriteria objektif dan hipotesis Penelitian (Ho dan Ha) dan lainnya sebagai pendukungnya. isiannya tentunya sudah sangat mudah karena sudah ada dalam tinjauan pustaka.
Dan bab yang terakhir adalah Metode Penelitian berisi, pertama,  Jenis Penelitian  Kuantitatif  (Cross Sectional, Case Kontrol, Cohort. Dll). Disini nampak Desain penelitiannya bila perlu juga sudah ada cara menyusun hasilnya lengkap dengan tabel-tabelnya. Kedua, Lokasi Penelitian. Mencantumkan alasan atau pertimbangan pemilihan lokasi penelitian dan Ketiga, Populasi dan sampel tentunya harus ada metode penentuan sampel dan sampel minimal 30.

Penelitian Kualitatif

Ada sedikit perbedaan yang sistimatik  terhadap kerangka penelitain kualitaif dan kuantitatif yang telah dijelaskan diatas.  Kerangka penelitian kualitatif  pada bagian pertama pendahuluan berisi latar belakang yang dibuat berdasarkan konsep piramida terbalik dan diakhiri dengan jastifikasi, kemudian rumusan masalah yang pada umumnya digabung dengan pertanyaan penelitian tampa hipotesis penelitian, —– berbeda dengan  penelitian kuantitatif  yang menggunakan hipotesis —– Kemudian tujuan penelitian dan yang terakhir pada bab pendahuluan adalah manfaat penelitian. Intinya  disini (pada penelitian kualitatif) tidak ada hipotesis untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Pada bab tinjauan pustaka diuraikan semua konsep yang digunakan sebagai sebagai rujukan dalam penelitian. Hampir sama dengan penelitain kuantitaif  tetap berisikan pengertian, kriteria pengukuran atau batasan-batasan termasuk teori-teori dan hasil penelitian pendukung. bedanya  hanya  tidak diarahan pada pernyataan definisi operasional, kriteria objektif dan hipotesis pada kerangka konsepnya, tetapi disusun sesuai dengan konsep peneliti dengan mencoba mendefinisikan presepsi dan penilaian orang tentang suatu objek yang diteliti yang dinyatakan dalam bentuk  kalimat atau kata-kata (verbal). (lihat perbedaan skala ukuran kuantitatif dan kualitatif pada gambar)
Bab atau bagian kerangka konsep disusun  kerangka konsepnya atau kerangka pikirnya berdasarkan konsep dalam tinjauan pustaka. Pada definisi operasional, dibuat definisi variabel yang akan diteliti menurut konsep peneliti, tidak seperti pada penelitian kuantitatif didasarkan pada konsep yang telah ditentukan para ahli. Definisi operasional juga tidak mempunyai  kriteria objektif dan hipotesis penelitian sebagaimana pada penelitian kuantitatif.
Dan yang terakhir pada penelitian kualitatif adalah metode penelitian berisikan Jenis penelitian (kualitatif), lokasi penelitian dicantumkan alasan pertimbangan pemilihan lokasi penelitian dan informan sebagai pengganti populasi dan sampel. Perlu diingat dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi dan sampel melainkan informan. Metode pemilihan informan diantaranya Purpossive, snowbaling dan lain-lain.
Yang terpenting juga baik dalam penelitian kuantitatif maupun kualitatif adalah bab penutup berisikan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan khusus, jadi jikalau ada 5 tujuan khusus yang dibuat maka kesimpulannya juga ada 5 kesimpulan, demikian juga sarannya harus ada 5 saran (rekomendasi) kalau simpulan baik —- maksudnya   kesimpulan menunjukkan hal  positif—— disarankan terus ditingkatkan kalau kesimpulan kurang baik ——– maksudnya kesimpulan menunjukkan hal negatif—— disarankan perlu perbaikan

pengertian

  1. Batasan
Dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan yang tepat dan benar diperlukan keseragaman pengertian sebagai berikut :
1.      Pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi adalah suatu kegiatan merekam dan menyajikan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan oleh fasilitas pelayanan KB.
2.      Peserta KB adalah pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan kontrasepsi.
3.      Peserta KB baru adalah PUS yang pertama kali menggunakan kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan kontrasepsi setelah mengalami kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau persalinan.
4.      Peserta KB lama adalah peserta KB yang masih menggunakan kontrasepsi tanpa diselingi kehamilan.
5.      Peserta KB ganti cara adalah peseta KB yang berganti pemakaian dari satu metode kontrasepsi ke metode kontrasepsi lainnya.
6.      Pelayanan fasilitas pelayanan KB adalah semua kegiatan pelyanan kontrasepsi oleh fasilitas pelayanan KB baik berupa pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun tindakan-tindakan lain yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi yang diberikan pada PUS baik calon maupun peserta KB.
7.      Pelayanan kontrasepsi oleh fasilitas pelayanan KB di dalam fasilitas pelayanan adalah pemberian atau pemasangan kontrasepsi maupun tindakan-tindakan lain yang berkaitan kontrasepsi kepada calon dan peserta KB yang dilakukan dalam fasilitas pelayanan KB.
8.      Pelayanan kontrasepsi oleh fasilitas pelayanan KB di luar fasilitas pelayanan adalah pemberian peayanan kontrasepsi kepada calon dan peserta KB maupun tindakan-tindakan lain yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan di luar fasilitas pelayanan KB (TKBK,Safari,Posyandu).
9.      Definisi fasilitas pelayanan KB:
a.  Fasilitas pelayanan KB sederhana adalah fasilitas pelayanan KB yang dipimpin oleh minimal seorang paramedis atau dan yang sudah mendapat latihan KB dan memberikan pelayanan: cara sederhana (kondom,obat vaginal), pil KB,suntik KB,IUD bagi fasilitas pelayanan yang mempunyai bidang yang telah mendapat pelatihan serta upaya penanggulangan efek samping, komplikasi ringan dan upaya rujukannya.
b.  Fasilitas pelayanan KB lengkap adalah fasilitas pelayanan KB yang dipimpin oleh minimaldokter umum yang telah mendapat pelatihan dan memberikan pelayanan: cara sederhana, suntik KB,IUD bagi dokter atau bidan yang telah mendapat pelatihan, implant bagi dokter yang telah mendapat pelatihan, kontap pria bagi fasilitas yang memenuhi persyratan untuk pelayanan kontap pria.
c.   Fasilitas pelayanan KB sempurna adalah fasilitas pelayanan KB yang dipimpin oleh minimal dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis bedah/dokter umum yang telah mengikuti pelatihan dan memberikan pelayanan: cara seerhana, pil KB, suntik KB, IUD, pemasangan dan pencabutan implant, kontap pria, kontap wanita bagi fasilitas yang memenuhi persyaratan untuk pelayanan kontap wanita.
d.  Fasilitas pelayanan KB paripurna adalah fasilitas pelayanan KB yang dipimpin oleh minimal dokter spesialis kebidanan yang telah mngikuti pelatihan penanggulangan infertilisasi dan rekanalisasi/dokter spesialis bedah yang telah mengikuti pelatihan pengaggulangan
infertilitas dan rekanalisasi serta memberikan pelayanan semua jenis kontrasepsi ditambah dengan pelayanan rekanalisasi dan penanggulangan infertilitas.
10.   Status fasilitas pelayanan KB adalah status kepemilikan pengelolaan fasilitas pelayanan KB yang dikelompokkan dalam 4 (empat) status kepemilikan yaitu: Depkes, ABRI, Swasta serta instansi pemerintah lain diluar Depkes dan ABRI.
11.   Konseling adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh petugas medis atau paramedic dalam bentuk percakapan individual dalam usaha untuk membantu PUS guna meningkatkan kemampuan dalam memilih pengunaan metode kontrasepsi serta memantapkan penggunaan kontrasepsi yang telah dipilih.
12.   Konseling baru adalah suatu kegiatan konseling yang dilakukan oleh petugas medis atau paramedic kepada calon peserta KB yang akhirnya menjadi peserta KB baru pada saat itu.
13.   Konseling lama adalah suatu kegiatan konseling yang dilakukan oleh petugas medis atau paramedic kepada peserta KB untuk memantapkan penggunaan kontrasepsi.
14.   Akibat sampingan atau komplikasi adalah kelainan dan atau gangguan kesehatan akibat penggunaan kontrasepsi.
15.   Akibat sampingan atau komplikasi ringan adalah kelainan dan atau gangguan kesehatan penggunaan kontrasepsi yang penanganannya tidak memerlukan rawat inap.
16.   Akibat sampingan atau komplikasi berat adalah kelainan dan atau gangguan kesehatan akibat penggunaan kontraspsi yang penanganannya memerlukan rawat inap.
17.   Kegagalan adalah terjadinya kehamilan pada peserta KB.

  1. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
Dalam upaya mewujudkan pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi Gerakan Keluarga Berencana Nasional, hal-hal yang harus dilakukan oleh setiap petugas dan pelaksana KB adalah mengetahui dan memahami batasan-batasan pengertian dari istilah-istilah yang dipergunakan serta mengetahui dan memahami berbagai jenis dan fungsi instrument-instrumen pencatatan dan pelaporan yang dipergunakan, cara-cara pengisiannya serta mekanisme dan arus pencatatan dan pelaporan tersebut.

1.      Jenis-jenis Serta Kegunaan, Register, dan Formulir.
a.  Kartu Pendaftaran Klinik KB (K/O/KB/85)
Digunakan sebagai sarana untuk pendaftaran pertama bagi klinik KB baru dan pendaftaran ulang semua klinik KB.
Pendaftaran ulang dilakukan setiap akhir tahun anggaran (bulan maret setiap tahun). KArtu ini berisi infomasi tentang identitas klinik KB, jumlah tenaga, dan sarana klinik KB serta jumlah desa di wilayah kerja klinik KB yang bersangkutan.
b.  Kartu Tanda Akseptor KB Mandiri (K/I/B/89)
Dipergunakan sebagai tanda pengenal dan tanda bukti bagi setiap peserta KB. Kartu ini diberikan terutama kepada peserta KB baru baik dari pelayanan KB jalur pemerintah maupun swasta (dokter/bidan praktek swasta/apotek dan RS/Klinik KB swasta). Pada jalur pelayanan pemerintah, kartu ini merupakan sarana untuk memudahkan mencari kartu status peserta KB (K/IV/KB/85). Kartu ini merupakan sumber informasi bagi PPKBD/Sub PPKB tentang kesertaan anggota binaannya di dalam berKB.
c.   Kartu Status Peserta KB (K/IV/KB/85)
Dibuat bagi setiap pengunjung baru klinik KB yaitu peserta KB baru dan peserta KB lama pindahan dari klinik KB lain atau tempat pelayanan KB lain.
Kartu ini berfungsi untuk mencatat ciri-ciri akseptor hasil pemeriksaan klinik KB dan kunjungan ulangan peserta KB.
d.  Kartu Klinik KB (R/I/KB/90)
Dipergunakan untuk mencatat semua hasil pelayanan kontrasepsi kepada semua peserta KB setiap hari pelayanan.
Tujuan penggunaan register ini adalah untuk memudahkan petugas klinik KB dalam membuat laporan pada akhir bulan.
e.  Register Alat-alat Kontrasepsi di Klinik KB (R/II/KB/85)
Dipergunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran (mutasi) alat-alat kontrasepsi di klinik KB.
Tujuan adalah untuk memudahkan membuat laporan tentang alat kontrasepsi setiap akhir bulan.
f.    Buku Bantu Hasil Pelayanan Kontrasepssi Pada Dokter/Bidan Praktek Swasta (B/I/DBS/10)
Buku Bantu hasil pelayanan kontrasepsi dokter/bps ini digunakan oleh dokter/bps untuk mencatat hasil pelayanan peserta KB baru/ ulangan pada setiap hari pelayanan KB di tempat pelayanan dokter/ bps.
g.  Laporan Bulanan Tugas Penghubung Tentang Hasil Pelayanan Kontrasepsi Oleh Dokter/Bps (F/I/PH/DBS/10)
Formulir ini digunakan oleh penghubunng DBS untuk mencatat dan melaporkan hasil pelayanan kontrasepsi. Laporan ini dibuat dengan cara mengambil atau mencatat data/ informasi dari buku Bantu hasil pelayanan kontrasepsi pada dokter/ bps setiap akhir bulan.
h.  Laporan Bulanan Klinik KB (F/II/KB/90)
Dipergunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil-hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi oleh klinik KB didalam dan diluar klinik KB yang meliputi frekuensi pelayanan dan hasil pelayanan KB dan peserta ganti cara konseling, akibat sampingan/komplikasi dan kegagalan dan persediaan kontrasepsi diklinik KB dan didesa.
i.    Rekapitulasi Laporan Bulanan Klinik KB (Rek/F/II/KB/90)
Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil-hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi oleh klinik KB diwilayah kabupaten/kotamadya (Rekapitulasi Laporan F/II/KB/90)
  1. Cara Pengisian Kartu, Register dan Formulir
a.  Kartu Pendaftaran Klinik Keluarga Berencana (K/O/KB/85)
Penjelasan umum
a)     Kartu ini digunakan sebagai sarana untuk pendaftaran pertama dan pendaftaran ulang semua klinik KB. Pendaftaran ulang dilakukan setiap akhir tahun anggaran (bulan Maret setiap tahun). Kartu ini berisi informasi tentang identitas klinik, tenaga dan saran klinik KB yang bersangkutan.
b)     Kartu ini dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan tambahan lembar ”khusus” pada lembar pertama yang dipergunakan untuk laporan ke BKBN pusat.
c)     Ditandatangani oleh penanggung jawab klinik KB yang bersangkutan.
d)     Kartu pendaftaran ini setelah diisi dan masing – masing dikirim :
-       1 lembar K/O/KB/85 yang khusus (bagian sebelah kanan dari lembar pertama untuk BKBN pusat di Jakarta.
-       1 lembar untuk BKBN propinsi
-       1 lembar untuk Unit Pelaksana Propinsi
-       1 lembar untuk BKBN Kabupaten/kotamadya
-       1 lembar untuk Unit Pelaksana Kabupaten/Kotamadya.
-       1 lembar untuk arsip klinik KB yang bersangkutan.
b.  Kartu Tanda Akseptor KB Mandiri (K/I/KB/89)
Penjelasan Umum
a)     Kartu Tanda Akseptor KB Mandiri diisi oleh klinik KB/RS pemerintah maupun swasta dan Dokter/Bidan yang berpraktek swasta, untuk diberikan kepada setiap peserta KB baru.
b)     Kartu ini dimaksudkan sebagai kartu tanda pengenal (kartu identitas) dan agar selalu dibawa keklinik KB/RS atau ketempat pelayanan KB lainnya yang dikehendaki  oleh peserta KB.
c)     Bagi peserta KB aktif yang masih menggunakan kartu lama (K/I/KB/85) dan ingin mendapatkan pelayanan KB melalui jalur swasta dapat pula diberikan kartu akseptor yang baru ini.
d)     Apabila kartu ini hilang, rusak (tidak dapat dibaca lagi) atau peserta KB yang bersangkutan berganti cara  maka harus diganti dengan kartu yang baru.
c.   Kartu Tanda Status Peserta Keluarga Berencana ( KB/IV/KB/85)
Penjelasan umum.
a)     Kartu Status Peserta KB diisi dan diberikan lagi setiap pengunjung baru, yaitu pengunjung yang datang keklinik KB dengan status sebagai peserta KB baru atau peserta KB pindahan dari klinik KB/tempat pelayanan kontrasepsi lain.
b)     Kartu Status Peserta KB ini terdiri dari dua halaman :
(1)    Halaman  belakang, dipergunakan untuk catatan pemeriksaan lanjutan apabila peserta KB melakukan kunjungan ulangan keklinik.
(2)    Halaman depan terdiri dari dua bagian yaitu:
(a)  Bagian sebelah kiri, untuk mencatat ciri-ciri peserta KB. Bagian ini terutama dimaksudkan untuk mencatat cir-ciri setiap peserta KB baik peserta KB baru maupun peserta KB pindahan dari klinik KB/tempat pelayanan kontrasepsi lain.
Data dibagian ini sangat diperlukan apabila suatu saat untuk mengetahui ciri-ciri akseptor KB secara Nasional maupun tingkat wilayah lainya.
(b)  Bagian sebelah kanan, untuk mencatat hasi-hasil pemeriksaan klinik.
(c)  Petugas klinik KB yang melakukan pengisisan K/IV/KV/85 membutuhkan tanda tangan dan nama terang pada K/IV/KV/85 di tempat yang telah disediakan.
d.  Register Alat-alat Kontrasepsi KB (R/II/KB/85)
a)     Register ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah petugas klinik KB memuat/mengisi laporan bulanan klinik KB (F/II/KB/9), khususnya untuk bagian tabel V : “Persediaan Kontrasepsi di Klinik KB”.
b)     Pada setiap hari pelayanan, semua penerimaan dan pengeluaran kontrasepsi dicatat/dibukukan dalam register alat-alat kontrasepsi ini.
c)     Setiap baris menunjukan penerimaan/pengeluaran kontrasepsi pada satu tanggal tertentu. Pada hari/tanggal berikutnya,
d)     pengeluaran/pemasukan dicatat pada hari/tanggal berikutnya, emikian seterusnya untuk setiap hariplayanan, sampai habis periode satu bulan.
e)     Setelah sampai pada hari/tanggal terakhir dari satu bulan yang bersangkutan dilakukan penjumlahan untuk penerimaan dan pengeluaran alat kontrasepsi selama satu bulan.
f)      Disamping, kedalam register ini dituliskan pula siss(stock) alat-alat kontrasepsi yang ada diklinik KB pada akhir bulan.
g)     Untuk tiap hari dalam bulan berikutnya pencatatan dilakukan pada lembar (halaman) baru.

e.  Laporan Bulanan Klinik Keluarga Berencana (F/II/KB/90)
Penjelasan Umum
a)     Laporan bulanan klinik KB dibuat oleh petugas klinik KB sebulan sekali, yaitu pada setiap akhir bulan kegiatan pelayanan kontrasepsi di klinik KB.
b)     Laporan bulanan klinik KB sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan pelayanan kontrasepsi dan hasilnya, yaitu pelayanan oleh klinik KB (di dalam dan diluar klinik KB) serta PPKBD/Sub PPKBD diwilayah binaan klinik KB yang bersangkutan.
c)     Laporan bulanan klinik KB ditandatangani oleh pimpinan klinik KB atau petugas yang ditunjuk.
d)     Laporan bulanan klinik KB dibuat rangkap 5(lima), yaitu:
-       1 (satu) lembar dikirim ke BKKBN Pusat
-       1(satu) lembar dikirim ke BKKBN Kabupaten Kota Madya
-       1 (satu) lembar dikirim ke Unit Pelaksana tingkat Kabupaten Kota Madya
-       1 (satu) lembar dikirim ke Camat
-       1 (satu) lembar sebagai arsip untuk klinik kB yang bersangkutan
e)     Laporan bulanan klinik KB yang dikirim ke BKKBN Pusat (Minat Biro Pencatatan dan Pelaporan) dengan menggunakan sampul atau amplop khusus tanpa dibubuhi perangko dan sudah harus dikirimkan selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya.

pencatatan dan pelaporan

Neoplasma Dapat Tumbuh Cukup Besar Tanpa Memberi Gejala.

Neoplasma didefinisikan sebagai perkembangan massa jaringan abnormal yang tidak responsif terhadap mekanisme kontrol pertumbuhan normal. Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun sel neoplastik. Istilah ini biasanya sinonim dengan tumor. Istilah neoplasma benigna mengacu pada sel-sel neoplastik yang tidak menginvasi jaringan sekitar dan tidak bermetastasis. Metastasis didefinisikan sebagai kemampuan sel kanker untuk menyusup dan membangun pertumbuhan pada area tubuh lain yang jauh dari asalnya. Istilah neoplasma maligna mengacu pada sel-sel neoplastik yang tumbuh dengan menginvasi jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan untuk bermetastasis pada jaringan reseptif. Semua neoplasma maligna diklasifikasikan sebagai kanker dan kemudian digambarkan sesuai dengan asal jaringannya. Suatu tumor bisa benigna atau maligna.
Klasifikasi neoplasma
Neoplasma biasanya diklasifikasikan menurut asal selnya dan apakah sel itu benigna atau maligna. Terminologi ini menempatkan sel atau tipe jaringan asal sebagai bagian pertama dari nama, dan sufiks “-oma” (tumor) membentuk bagian akhir.
Neoplasma benigna
Neoplasma benigna terdiri dari sel-sel yang serupa dengan struktur pada sel asalnya. Sel-sel neoplasma benigna ini lebih kohesif daripada pada neoplasma maligna. Pertumbuhan terjadi dari bagian tengah massa benigna, biasanya mengakibatkan batas tegas.
Tumor benigna menimbulkan efek-efeknya berupa obstruksi, tekanan, dan sekresi. Tumor benigna di dalam ruang tertutup seperti tengkorak dapat menimbulkan gangguan serius yang dapat menimbulkan kematian. Obstruksi usus dapat diakibatkan dari pertumbuhan tumor benigna dalam lokasi tersebut.
Neoplasma maligna
Neoplasma maligna mempunyai struktur selular atipikal, dengan pembelahan dan kromosom nuklear abnormal. Sel maligna kehilangan di ferensiasinya atau menyerupai sel asalnya. Sel tumor tidak kohesif, dan, akibatnya, pola pertumbuhan tidak teratur; tidak ada kapsul yang terbentuk, dan perbedaan separasi dari jaringan sekitar sulit terlihat.
Sel maligna menginvasi sel-sel di dekatnya daripada mendorongnya. Tumor ini mempunyai laju pertumbuhan dan mengembangkan pembuluh darah lebih banyak daripada jaringan normal atau neoplasma benigna. Tanda dari neoplasma maligna adalah kemampuannya untuk bermetastasis atau menyebar ke sisi yang jauh.
Stadium neoplasma
Neoplasma dapat pula digolongkan berdasarkan stadium perkembangannya. Stadium itu adalah usaha menjelaskan seberapa jauh penyakit ini telah berkembang pada saat itu. Manfaat pentahapan itu adalah menunjukkan pengobatan, menilai “survival rate,” menentukan cara pengobatan, dan memudahkan pertukaran informasi antar pusat pengobatan.
Klasifikasi TNM: T (tumor atau lesi primer dan luasnya), N (limfonodus regional dan keadaannya), M (metastasis jauh). Istilah lain yang ditemui pada klasifikasi stadium neoplasma: TIS (tumor in situ, tumor setempat), penyebaran keganasan ke limfonodus regional disebut(N1: N2 sedikit, banyak), tidak ada metastasis jauh (MO), ada metastasis jauh (M1 atau M atau M+)
Teori penyebab neoplasma ganas
Teori mutasi somatik
Kelainan dalam gen timbul akibat perubahan mutasi, yang mungkin di induksi oleh zat karsinogenik, dan adanya faktor herediter. Ada bukti bahwa orang dengan kelainan kromosom tertentu mudah terkena neoplasma tertentu. Misalnya kasus leukemia lebih sering pada orang dengan trisomi, khususnya trisomi 21. Retinoblastoma banyak terdapat pada orang dengan sindrom delesi-D (pada sebagian kromosom 13). Orang dengan leukemia mielositik menahun memiliki kromosom Philadelphia (translokasi kromosom 22) sampai lebih dari 90%.
Teori diferensiasi aberans atau epigenetik
 Kelainan timbul akibat adanya gangguan pengaturan dari gen normal. Insidens neoplasma maligna meningkat selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Kista dermoid, hamartoma, dan teratoma adalah neoplasma yang timbul akibat adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan embrional.
Teori virus
Virus disebut sebagai kemungkinan penyebab neoplasma ganas pada manusia. Mereka disebut virus onkogenik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa virus mengubah genom sel yang terinfeksi, yang kemudian mengubah turunan dari selnya. Dua virus onkogenik adalah virus DNA dan virus RNA.
Teori seleksi sel
Menurut teori ini, neoplasma berkembang tahap demi tahap, melalui proses mutasi. Proses ini dapat berhenti dan reversibel (bila stimulusnya tak ada lagi). Imunodefisiensi meningkatkan risiko pertumbuhan neoplastik.
Karsinogen
Substansi yang dapat menginduksi pertumbuhan neoplastik. Ada dua golongan karsinogen: kimiawi dan fisis.
Karsinogen kimiawi meliputi hidrokarbon aromatik polisiklik, amine aromatik, agens pengkelat (alkilasi), nitrosamin, senyawa nitroso lain. Hidrokarbon aromatik polisiklik termasuk karsinogen yang paling kuat. Hidrokarbon ini terdapat dalam asap rokok, dan asap mobil. Dapat menyebabkan karsinoma bibir, lidah, rongga mulut, kepala, leher, larings, paru, kandung kemih. Amine aromatik termasuk karsinogen yang cukup penting. Amine aromatik terdapat pada makanan tertentu, naftalen (kamper), dan insektisida tertentu. Zat ini dapat menyebabkan karsinoma kandung kemih. Sedangkan obat-obatan yang bersifat karsinogenik: griseofulvin (anti jamur), metronidazol (anti protozoa), asbes, kadmium, kromium, nikel, yang dapat menyebabkan karsinoma paru dan prostat.
Karsinogen fisis meliputi radiasi yang dapat menyebabkan karsinoma payudara, tiroid, dan leukemia dan sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan karsinoma kulit.
Faktor lain dalam karsinogenesis
Kebiasaan hidup dan budaya
Karsinoma lambung lebih banyak terjadi di Jepang daripada di Amerika Serikat. Sedangkan karsinoma usus, payudara, prostat terjadi lebih sedikit di Jepang daripada di Amerika Serikat. Namun setelah orang Jepang tinggal di Amerika, perbedaan ini hilang!
Diet
Kebiasaan diet rendah serat dapat menimbulkan karsinoma kolon dan mengkonsumsi makanan yang diawetkan dapat mencetuskan karsinoma lambung.
Kehidupan seks
Karsinoma serviks lebih sering terjadi pada wanita yang sudah mengadakan hubungan seks sejak muda, apalagi berganti-ganti pasangan. Karsinoma payudara lebih sering pada wanita yang tidak mempunyai anak, yang lebih muda pada saat mendapat menstruasi pertama, atau menopause terlambat.
Kebiasaan
Kebiasaan minum alkohol dapat mencetuskan karsinoma esofagus. Kebiasaan merokok mencetuskan terjadinya karsinoma paru; 9-10 batang/hari mempunyai kemungkinan 4x lebih besar dan >20 batang/hari mempunyai kemungkinan 10x lebih besar.
Hormon
Bila kadar hormon tertentu meningkat selama waktu lama dapat mencetuskan karsinoma payudara, endometrium, vagina, prostat, atau tiroid.
Metastasis
Metastasis adalah kemampuan neoplasma maligna untuk menyebar jauh. Ada lima tahap dalam proses metastasis: invasi, pemisahan sel, diseminasi, penetapan awal dan proliferasi.
Invasi
Untuk menginvasi sel normal di dekatnya, sel-sel maligna tumbuh ke luar dari lokasi asalnya ke area sekitarnya. Untuk menginfiltrasi rongga tubuh atau pembuluh darah, sel-sel maligna harus menembus membran sel dasar.
Pemisahan sel
Setelah menginvasi jaringan di dekatnya, rongga tubuh, dan pembuluh darah, sel-sel maligna memisahkan diri dari neoplasma primer dan menembus pembuluh limfatik atau pembuluh darah. Sel-sel tumor kurang memiliki sifat perlekatan normal dan dapat dengan mudah terlepas ke dalam jaringan sekitar, darah, dan limfe.
Diseminasi
Rute paling sering di mana sel maligna mencapai sisi paling jauh dari neoplasma primer adalah melalui pembuluh darah dan limfatik. Sel maligna bergerak dari pembuluh limfatik ke pembuluh darah dan sebaliknya. Neoplasma maligna yang cuma beberapa gram dapat menyebarkan beberapa juta ke dalam sirkulasi setiap hari. Untuk bertahan hidup dalam sistem sirkulasi dan untuk mempengaruhi penetapan awal pada endotelium, sel-sel maligna menjalani berbagai interaksi selular yang melibatkan imunitas dan perlekatan.
Penetapan awal dan proliferasi
Setelah terperangkap dalam pembuluh darah keci arteri atau vena, rumpunan aberans dari sel-sel maligna harus menembus melalui pembuluh darah ke dalam ruang interstisial untuk terus bertumbuh. Ruang bebas sel pada lapisan endotel kapiler tampaknya dimasukan oleh sel-sel maligna, suatu proses yang melibatkan perubahan perlekatan selular dan sebagai akibatnya retraksi sel-sel endotel. Lingkungan kondusif baru untuk pertumbuhan selular harus tercipta setelah sel-sel maligna memasuki ruang interstisial. Kapiler-kapiler baru tumbuh dan akhirnya menembus sel-sel maligna, yang menciptakan suplai darah di mana sel maligna mendapatkan nutrisi dan memungkinkan produk sisanya dibuang. Pembentukan dan proliferasi sel-sel ini juga bergantung pada imunologis dan sifat membran sel luar. Sel maligna ini menyesuaikan lingkungannya untuk pertumbuhan selanjutnya.
Manifestasi klinis neoplasma
Pada tahap awal perkembangan, neoplasma benigna dan maligna adalah asimtomatik. Massa sel secara sederhana tidak cukup besar untuk mempengaruhi fungsi tubuh mana pun. Sesuai dengan peningkatan ukuran tumor, terjadi perubahan lokal pada fungsi. Saat neoplasma maligna bertumbuh dan bermetastasis, neoplasma ini mempengaruhi fungsi tempat yang jauh dan mengganggu keseimbangan biokimia dan nutrisi tubuh.
Manifestasi lokal
Sifat dan perkembangan simtomatologi lokal bergantung pada lokasi neoplasma dan ukuran serta kemampuannya memenuhi ruangan yang dikenainya. Misalnya neoplasma dalam rongga abdomen dapat tumbuh cukup besar tanpa memberi gejala. Tetapi neoplasma di atap tengkorak, biar pun baru sebesar kacang, sudah dapat memberi gejala nyata. Massa tumor primer atau metastasis membesar dan menekan jaringan sekitar maupun pendarahannya. Gejala yang timbul bisa akibat gangguan fungsi, gangguan pendarahan atau akibat respons imun.
Gangguan fungsi bergantung pada organ yang terkait. Karsinoma paru yang menyumbat bronkus dapat berakibat atelektasis, pembentukan abses, bronkiektasis, atau pneumonitis bagian distal. Dan individu yang mengalami ini akan batuk, dengan tanda-tanda infeksi. Karsinoma kolon dapat menghambat defekasi. Jika sumbatan tidak sempurna, maka dapat timbul konstipasi, dan kolik. Gangguan pendarahan menghambat oksigenasi dan pasokan nutrien, berakibat iskemia dan nekrosis. Produk limbah tidak dikeluarkan, dan asam laktat tertimbun.
Manifestasi sistemik
Neoplasma mempunyai efek sistemik seperti juga lokal. Gejala sistemik mungkin indikasi pertama bahwa seseorang menderita neoplasma atau dapat menyertai penyakit metastasis yang lebih lanjut. Gejala ini (sindrom paraneoplastik) meliputi 75% kasus: mual dan anoreksia, berat badan turun, letih, lesu, anemia, dan infeksi.
Pustaka-Neoplasma Benigna dan Maligna